Senin, 24 Mei 2010

Rumah Gadang Minangkabau

Rumah Gadang Minangkabau merupakan rumah tradisional hasil kebudayarumah-gadang-zulfikri.jpgan suatu suku bangsa yang hidup di daerah Bukit Barisan di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera bagian tengah. Sebagaimana halnya rumah di daerah katulistiwa, rumah gadang dibangun di atas tiang (panggung), mempunyai kolong yang tinggi. Atapnya yang lancip merupakan arsitektur yang khas yang membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di daerah garis katulistiwa itu.
Sebagai suatu kreatifitas kebudayaan suku bangsa, ia dinyatakan dengan rasa bangga, dengan bahasa yang liris, serta metafora yang indah dan kaya. Juga ia diucapkan dengan gaya yang beralun pada pidato dalam situasi yang tepat.

Bunyinya ialah sebagai berikut :

Rumah gadang sambilan ruang,
salanja kudo balari, sapakiak budak maimbau,
sajariah kubin malayang.
Gonjongnyo rabuang mambasuik,
antiang-antiangnyo disemba alang.

Parabuangnyo si ula gerang,
batatah timah putiah,
barasuak tareh limpato,
Cucurannyo alang babega,
saga tasusun bak bada mudiak.

Parannyo si ula gerang batata aia ameh,
salo-manyalo aia perak.
Jariaunyo puyuah balari,
indah sungguah dipandang mato,
tagamba dalam sanubari.

Dindiang ari dilanja paneh.
Tiang panjang si maharajo lelo,
tiang pangiriang mantari dalapan,
tiang dalapan, tiang tapi panagua jamu,
tiang dalam puti bakabuang.

Ukiran tonggak jadi ukuran,
batatah aia ameh,
disapuah jo tanah kawi,
kamilau mato mamandang.

dama tirih bintang kemarau.
Batu tala pakan camin talayang.
cibuak mariau baru sudah.
Pananjua parian bapantua.

Halaman kasiak tabantang,
pasia lumek bagai ditintiang.
Pakarangan bapaga hiduik,
pudiang ameh paga lua,
pudiang perak paga dalam,
batang kamuniang pautan kudo,
Lasuangnyo batu balariak,
alunyo linpato bulek,
limau manih sandarannyo.

Gadih manumbuak jolong gadang,
ayam mancangkua jolong turun,
lah kanyang baru disiuahkan,
Jo panggalan sirantiah dolai,
ujuangnyo dibari bajambua suto.

Ado pulo bakolam ikan,
aianyo bagai mato kuciang,
lumpua tido lumuikpun tido,
ikan sapek babayangan,
ikan gariang jinak-jinak,
ikan puyu barandai ameh.

Rangkiangnyo tujuah sajaja,
di tangah si tinjau lauik,
panjapuik dagang lalu,
paninjau pancalang masuak,
di kanan si bayau bayau,
lumbuang makan patang pagi,
di kiri si tangguang lapa,
tampek si miskin salang tenggang,
panolong urang kampuang
di musim lapa gantuang tungku,
lumbuang Kaciak salo nanyalo,
tampek manyimpan padi abuan.

Maksudnya :

Rumah gadang sembilan ruang,
selanjar kuda berlari,
sepekik budak menghimbau,
sepuas limpato makan,
sejerih kubin melayang.
Gonjongnya rebung membersit,
anting-anting disambar elang.

Perabungnya si ular gerang,
bertatah timah putih,
berasuk teras limpato.
Cucurannya elang berbegar,
sagar tersusun bagai badar mudik.

Parannya bak si bianglala,
bertatah air emas,
sela-menyela air perak.
Jeriaunya puyuh berlari,
indah sungguh dipandang mata,
tergambar dalam sanubari.

Dinding ari dilanjar panas.
Tiang panjang si maharajalela,
tiang pengiring menteri delapan,
tiang tepi penegur tamu,
tiang dalam putri berkabung.

Ukiran tonggak jadi ukuran,
bertatah air emas,
disepuh dengan tanah kawi,
kemilau mata memandang.

Damar tiris bintang kemarau.
Batu telapakan cermin terlayang,
Cibuk meriau baru sudah,
penanjur perian ber pantul.

Halaman kersik terbentang,
pasir lumat bagai ditinting.
Pekarangan berpagar hidup,
puding emas pagar luar,
puding merah pagar dalam.
Pohon kemuning pautan kuda.
Lesungnya batu berlari,
alunya limpato bulat.
Limau manis sandarannya.

Gadis menumbuk jolong gadang,
ayam mencangkur jolong turun,
sudah kenyang baru dihalaukan,
dengan galah sirantih dolai,
ujungnya diberi berjambul sutera.

Ada pula kolam ikan,
airnya bagai mata kucing,
berlumpur tidak berlumut pun tidak,
ikan sepat berlayangan,
ikan garing jinak-jinak,
ikan puyu beradai emas.

Rangkiangnya tujuh sejajar,
di tengah sitinjau laut,
penjemput dagang lalu,
peninjau pencalang masuk,
di kanan si bayau-bayau,
lumbung makan petang pagi,
di kiri si tanggung lapar,
tempat si miskin selang tenggang,
penolong orang kampung,
di musim lapar gantung tungku,
lumbung kecil sela-menyela,
tempat menyimpan padi abuan.

Arsitektur

Masyarakat Minangkabau sebagai suku bangsa yang nenganut falsafah “alam takambang jadi guru”, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang harmonis tetapi juga dinamis, sehingga kehidupannya menganut teori dialektis, yang mereka sebut “bakarano bakajadian” (bersebab dan berakibat) yang menimbulkan berbagai pertentangan dan keseimbangan. Buah karyanya yang menumental seperti rumah gadang itu pun mengandung rumusan falsafah itu. Bentuk dasarnya, rumah gadang itu persegi empat yang tidak simetris yang mengembang ke atas. Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan rumah Iandai seperti badan kapal. Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapesium terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian tengah, secara estetika merupakan komposisi yang dinamis. Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segi tiga yang juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Jadi, garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis. Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin. Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.

Ragam Rumah Gadang

Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk, ukuran, serta gaya kelarasan dan gaya luhak. Menurut bentuknya, ia lazim pula disebut rumah adat, rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah lanjarnya. Lanjar ialah ruas dari depan ke belakang. Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Lazimnya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.
Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran Koto Piliang disebut sitinjau lauik. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah barpanggung). Sedangkan rumah dan aliran Bodi Caniago lazimnya disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dan aliran Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto.

Comentários:

Posting Komentar

 
© 2009 | septiana imaniar | Por Templates para Você | This template is brought to you by : allblogtools.com